About

JADILAH SEPERTI YANG KAMU INGINKAN, KARENA ANDA HANYA MEMILIKI SATU KEHIDUPAN DAN SATU KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN YANG INGIN ANDA LAKUKAN: Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan:SAHABAT SEJATI ADALAH MEREKA YANG SANGGUP BERADA DI SISIMU KETIKA KAMU MEMERLUKAN DUKUNGAN WALAUPUN SAAT ITU MEREKA BISA MEMILIH BERADA DI TEMPAT LAIN YANG LEBIH MENYENANGKAN: Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.

Jumat, 30 September 2011

PENDIDIKAN RELIGIOSITAS sebagai ALTERNATIF PENDIDIKAN AGAMA


Pendidikan Religiositas sebagai alternative pendidikan agama
Pembaharuan pendidikan yang bersifat lebih partisipatif dan lebih mengembangkan citra pendidikan agama sebagai salah satu pendidikan nilai kehidupan, dan bukanlah pendidikan agama yang sarat dengan beban antara penilaian dan nilai norma sosial yang membingungkan menjadi bagian pergulatan dewasa ini. Pendidikan agama pun haruslah menanggung sebuah formasi kepribadian yang berat, namun dengan Pendidikan Religiositas diharapkan sebuah citra tentang keutuhan pendidikan akan nilai kehidupan yang tidak terukur secara kuantitatif semata, melainkan menjadi medan atau wahana subyek didik memperkembangkan rasa kepedulian dan refleksi terhadap kehidupan.

1.Pendidikan Religiositas merupakan suatu pendidikan yang mengajak subyek didik sampai kepada sikap batin yang mendalam mengenai Tuhan dan keterkaitannya tentang kehidupan. Pendidikan Religiositas merupakan pendidikan yang bermaksud mengkontruksi aspek belajar subyek didik untuk sampai kepada nilai-nilai universal kehidupan. Pendidikan Religiositas juga merupakan pendidikan yang bermaksud mengajak subyek didik kepada makna kehidupan sebagai salah satu kontruksi di dalam proses belajar. Kontruksi belajarnya mengangkat keberagaman latar belakang religi subyek didik untuk dijadikan sebuah dialog nilai kehidupan. Dari dialog nilai tersebut, latar belakang religi dapat saling memperkaya dan meneguhkan, sehingga diharapkan dapat terjadi transformasi nilai bagi subyek didik. Kontruksi belajar dalam keberagaman ini merupakan sesuatu yang diangkat sebagai prosesnya, agar internalisasi nilai menjadi semakin bersifat membangun nilai-nilai persaudaraan dan perdamaian.

2.Pendidikan Religiositas sendiri mempergunakan Pendekatan Pedagogi Refleksi (PPR) sebagai proses pembelajarannya, dimana refleksi siswa menjadi muara yang penting untuk kompetensi dan evaluasi belajar. Melalui PPR siswa berupaya memberikan refleksinya dalam penerapan model pendekatan apapun, baik tertulis, dalam bentuk berbagi pengalaman, pengolahan pengalaman langsung dengan keterlibatan, pendekatan ekspresi pengungkapan refleksi melalui seni, dan masih banyak hal yang dapat dimungkinkan.

3.Pendidikan Religiositas menjadi media bagi pengembangan pendidikan nilai yang lebih progresif. Dalam Pendidikan Religiositas ini, subyek didik diajak sampai kepada proses eksplorasi yang signifikan dengan pola-pola yang bersifat tidak terbatas pada ruang lingkup ruang kelas, melainkan dimungkinkan sampai pengalaman subyek didik untuk mengenal hidupnya yang dengan sosio religius dan sosio kultural yang konkret dan nyata. Pola pendekatan yang berbagai macam dapat dicoba diterapkan dalam kesatuan pembelajaran. Pendampingan subyek didik tidak hanya terbatas kepada aspek pengetahuan, tetapi sampai kepada upaya pemahaman yang bersifat kenousis (menyapa batin) dan mengembangkan nilai-nilai etis dan moral. Maka dalam hal ini ruang kelas tidak menjadi satu-satunya ruang belajar, melainkan dimungkinkan seluas-luasnya menjangkau hidup pengalaman sosio religius subyek didik.

4.Pendidikan Religiositas merupakan upaya pendidikan yang mengangkat formasi subyek didik kepada inklusifitas antar tradisi religi. Hal itu dimungkinkan karena di dalam Pendidikan Religiositas ada upaya untuk saling berdialog dan memperkaya pengalaman sesuai dengan tradisi religi atau agamanya masing-masing. Dialog pun tidak lah bersifat apologi melainkan menjadi dialog yang saling memperteguh dan memperkaya untuk memasuki ruang universalitas pandangan. Pendekatan di dalam dialog melalui Pendidikan Religiositas merupakan dialog yang membawa subyek didik kepada dialog inter-subyektif, yaitu dialog antar pemahaman, penghayatan dan pengalaman atau pengamalan dalam keberagaman. Dialog agama yang bersifat inter-subyektif mengajak subyek didik untuk memahami realitas kemajemukan dan menjadikannya sebagai being religious. Pendidikan Religiositas mengajak dialog inter-subyektif tersebut semakin nyata di dalam diri para subyek didik melalui refleksi dan upaya untuk menindak lajutinya dalam sebuah perumusan aksi baru.

5.Melalui Pendidikan Religiositas ini, kontruksi cara berpikir seorang subyek didik diajak kepada pemahaman akan pluralitas dan kemanusian yang mendalam. Hal ini membawa kepada sebuah tretament positif bagi perkembangan kepercayaan eksistensial subyek didik, bahwa subyek didik dihadapkan pada banyak pilihan dan kemajemukan autoritas nilai yang harus ia pahami bukan tertutup, melainkan menyentuh aspeknya yang paling hakiki. Kehakikian nilai yang nantinya dianut oleh setiap subyek didik memang berjalan bertahap, dan tak pernah instan. Tetapi jika sesuatu yang hakiki telah mengatasi berbagai pandangan sempit dan diinternalisasi sebagai ultimate concern, maka nilai tersebut akan dianut oleh subyek didik secara menetap dan berlangsung sampai kepada perkembangan yang paling akhir. Proses untuk menemukan ultimate concern pada jenjang perkembangan masa transisi (mis, remaja) memang membutuhkan perhatian yang mendalam dan sangat krusial. Hal itu mengingat bahwa pada masa transisi ini seseorang akan dihadapkan pada religious doubt (keragu-raguan dan kritis untuk mempertanyakan) apa yang ia pakai sebagai nilai autoritas. Maka ketika Pendidikan Religiositas menjadi treatment pada usia transisi ini diharapkan akan membawa kepada pemahaman yang lebih dewasa ketika pemahaman mulai bersifat menetap. Pemahaman itu adalah pemahaman yang utuh dan dewasa mengenai berbagai nilai-nilai kemanusiaan untuk menjadi nilai yang paling ultim, sehingga seseorang akan sampai kepada perkembagan kepercayaan eksistensial yang dewasa.

6.Dalam pengembangan pembelajaran Pendidikan Religiositas, guru diberi kebebasan dan kreatifitas untuk mempergunakan berbagai pendekatan dalam mengoptimalkan proses PPR. Pendekatan PPR ini mempunyai tiga komponen pokok yang menjadi jiwa utama dari seluruh proses pembelajaran, yaitu pengalaman, refleksi dan aksi. Pendekatan yang digunakan dalam Pendidikan Religiositas ditujukkan untuk mendukung proses komunikasi iman yang bertitik tolak pada pengalaman hidup dan iman siswa, bukan indoktrinasi. Komunikasi iman tersebut meliputi pribadi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan teks, siswa dengan suasana, dan siswa dengan Tuhan. Komunikasi ini hendaknya terjadi dalam proses yang terarah dan berkesinambungan untuk merefleksikan, menginterpretasikan, dan mengaplikasikan ajaran iman dari agama dan kepercayaannya dalam hidup nyata sehingga semakin menjadi orang beriman. Agar pendekatan yang dipergunakan mampu mendukung proses PPR tersebut, maka pendekatannya bersifat: variatif, dinamis (kreatif), partisipatif menyenangkan dan eksploratif: mencari, mengembangkan, memperkaya informasi terus-menerus.

7.Pendekatan kontekstual dapat menjadi pendekatan yang memperkaya keseluruhan proses PPR. Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dan dipelajari dengan situasi hidup siswa, baik lingkungan dimana siswa tinggal, hingga konteks masyarakat yang lebih luas. Diharapkan, dengan konsep itu, siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada prinsipnya, pendekatan kontekstual ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran hendaknya memuat berbagai unsur dan kegiatan sebagai berikut:
oPengetahuan atau konsep yang dipelajari dibangun melalui kegiatan observasi, bertanya-wawancara, investigasi, menganalisa, kemudian berdasarkan kegiatan tersebut dibangun sebuah konsep gagasan baru.

oMemperkaya kegiatan tanya-jawab, saling berdiskusi memperdalam pengetahuan, baik

oleh guru, siswa, antar siswa, dengan oranglain atau nara sumber lain.

oMenyusun dan membangun makna dan pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu sehingga bermakna sesuai dengan pemikiran dan konteks hidup siswa.

oMembentuk kelompok belajar atau wadah komunitas dimana didalamnya ada usaha untuk selalu berkomunikasi, berbagi pengalaman dan gagasan.
oMencari penilaian yang utuh (meliputi proses koginitif, afektif dan psikomotorik)
oKegiatan pembelajaran diarahkan agar mampu membawa siswa terinspirasi sehingga ada keinginan untuk selalu mengembangkannya.

oDi akhir setiap kegiatan pembelajaran, guru mengajak siswa untuk melihat kembali atau merespon berbagai kejadian, peristiwa, dan pengalaman yang tujuannya untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang belum diketahui agar mendapatkan pemahaman baru. Hal ini dapat dilakukan dengan bentuk tanggapan langsung, membuat catatan, jurnal, diary, kesan, diskusi pendalaman dan bentuk-betuk hasil karya.

oSalah satu model yang dapat digunakan dalam pendekatan kontekstual ini adalah model Belajar dari Kehidupan. Ada beberapa hal yang dikembangkan, yaitu:

1) Para siswa diberi tugas untuk membuat observasi pada salah satu realitas sosial di sekelilingnya. Para siswa diajak mengenal realitas sosial dengan melakukan wawancara kepada seseorang saksi mata, pelaku, pekerja atau siapa pun yang menjadi subyek realitas sosial tersebut. Kemudian, secara kelompok mereka mencoba mengalami apa yang dilakukan oleh para pelaku tersebut dengan membantu apa yang sedang dikerjakan, misalnya berjualan, berkarya, bekerja, dan lain sebagainya. Proses tersebut terbilang memerlukan waktu yang cukup, biasanya mereka melakukan observasi ini bisa lebih dari beberapa pertemuan.

2) Para siswa diminta untuk mendokumentasikan hasil observasi tersebut. Dokumentasi tersebut dapat berupa foto atau video. Dokumentasi tersebut dapat diolah sesuai dengan kreatifitas dan pemikiran para siswa. Tentu saja, pendokumentasian melalui video ini terbilang bukan sesuatu hal yang murah, namun untuk ukuran sekolah di pusat kota dan di zaman sekarang, hal itu bukan sesuatu yang sulit. Dokumentasi yang diperoleh dapat menjadi dokumentasi portofolio performance. Dokumentasi ini bersifat: Pertama, sebagai data yang bersifat visualistik yang mengungkapkan dokumen observasi. Kedua, dengan data yang berifat visualistik tersebut, maka data dapat didalami, direfleksikan kembali oleh para pelaku observasi atau oleh kelompok-kelompok lain dengan berbagai pendekatan apresiatif. Ketiga, dengan kelengkapan pendokumentasian tersebut, maka akan memicu kerja kelompok secara kreatif, baik segi analisis sosial, refleksi, maupun pengembangan sense of art.

3) Hasil dokumentasi observasi itu kemudian digunakan untuk kegiatan refleksi dan evaluasi bersama antara para siswa dan guru. Dalam kegiatan ini, guru dan siswa berproses untuk merumuskan masalah, menganalisis dan menyajikan hasil dengan bentuk yang beraneka ragam, serta mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karyanya.

4) Mengadakan pameran foto atau pemutaran hasil video observasi dan menerbitkan (press release) hasil refleksi ke media massa atau webblog. Hal itu agar hasil dokumentasi observasi menjadi portofolio performance yang sungguh-sungguh berguna bagi kepentingan banyak orang dan ada uji mutu (benchmarking) atas hasil pembelajaran.
Oleh: purwono nugroho adhi
sumber: http://purwonomedia.wordpress.com/2008/11/03/pendidikan-religiositas/

0 komentar: