About

JADILAH SEPERTI YANG KAMU INGINKAN, KARENA ANDA HANYA MEMILIKI SATU KEHIDUPAN DAN SATU KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN YANG INGIN ANDA LAKUKAN: Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan:SAHABAT SEJATI ADALAH MEREKA YANG SANGGUP BERADA DI SISIMU KETIKA KAMU MEMERLUKAN DUKUNGAN WALAUPUN SAAT ITU MEREKA BISA MEMILIH BERADA DI TEMPAT LAIN YANG LEBIH MENYENANGKAN: Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi sering kali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.

Rabu, 02 Juni 2010

Pujian dan Kritik tentang Katolik

Lewat surat gembala, Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ
kembali mengajak umat Katolik untuk menghadirkan persaudaraun sejati
yang terbuka, simpatik, dan membawa pelayanan kasih. Sejauh manakah umat
agama lain melihat gerakan persaudaraan sejati yang dilakukan oleh
Gereja Katolik? Apakah ada perkembangan atau sekadar jalan di tempat
masalah persaudaraan lintas agama yang dilakukan oleh Gereja Katolik
sejak Konsili Vatikan II ?
Berikut penuturan beberapa tokoh agama.

Prof. Syafii Maarif (Ketua Umum PP Muhammadiyah):
---------------------------------------------------------
SEPAK terjang Gereja Katolik dalam mewujudkan persaudaraan lintas agama,
menurut saya bagus. Asal itu semua dilandasi keinginan yang tulus
ikhlas. Sebab semua agama itu sebenamya untuk kebaikan manusia. Namun
yang kadang merepotkan itu justru pemeluk agama itu sendiri karena ada
banyak kepentingan duniawi.
Gereja Katolik begitu giat melakukan persaudaraan antaragama karena
untuk merealisasikan Konsili Vatikan Tahun 1962. Jadi yang berhak masuk
surga itu tak hanya orang Katolik saja tetapi yang lain juga berhak.
Bagaimana perkembangan kiprah Gereja dalam hal ini? Itu akan sebenarnya
sangat tergantung pada kesepakatan yang kita buat. Di mana kalau kita
ingin menyampaikan misi agama kita jangan kepada orang yang sudah
beragama. Ini yang sering dilanggar sehingga merusak kerukunan. Inilah
kendalanya. Sekalipun mungkin semua pihak agama melakukan pelanggaran
itu, semestinya itu jangan dilakukan sebab akan menimbulkan keresahan
dan salah sangka.
Saya kira ini harus kita jaga benar. Maka mari kita sama-sama garap umat
kita dan orang yang belum beragama. Dan perkembangan upaya mewujudkan
kerukunan ini sebenarnya kalau tidak terganggu kerusuhan di Maluku,
sudah baik. Adanya kasus ini jadi repot. Sekalipun di Maluku itu bukan
Katolik melainkan Kristen. Dan sayangnya lagi, sedikit banyak orang
Islam itu tak bisa membedakan mana Kristen, mana Katolik. Pokoknya
dianggap semua sama.
Kritik saya terhadap kiprah Gereja Katolik selama ini, pertama, akan
lebih baik kalau para pastor asing itu sedapat mungkin dikurangilah. Hal
ini karena kesan awam jelek, sekalipun sebenamya mereka itu baik baik
(tertawa, Red.). Maka kalau bisa pribumisasi soal pastor akan lebih
bagus. Kedua, harus dijelaskan kepada umat masing-masing bahwa kita
boleh ekspansi tapi pada orang-orang yang belum beragama. Kalau ada
orang pindah agama atas kesadaran sendiri, nggak apa-apa. Biarkan saja
karena itu hak asasi dia tapi jangan dipaksa.
Dan sesungguhya Uskup Agung Semarang (Mgr. 1. Suharyo Pr.) sudah
melakukan itu. Itu bagus. Beliau dengan saya kan dekat sekali.kemudian,
mengenai langkah-langkah Gereja Katolik dalam soal kerukunan. Begini,
saya melihat orang-orang Katolik itu terpelajar. Ya, kebanyakan. Jadi
saya rasa sering-seringlah melakukan kritik diri, introspeksi. Dan Islam
juga harus melakukan hal yang sama. Kita masing-masing cari kelemahan
dan kelebihan dan melanjutkan rencana-rencana baik itu.
Sebenarnya kita sudah lama merintis itu sejak tahun 1960-an. Namun ada
saja riak riak itu. Kita lama merencana tapi jalan d tempat karena kita
masing-masing menyibukkan diri sehingga tak sempat kontak yang lain.
Juga dirusak olch Rezim Orde Baru di mana banyak orang-orang Katolik
sehingga orang-orang Islam terpinggirkan. Padahal orang-orang Katolik
yang berkuasa, itu belum tentu. ada hubungan dengan Gereja."
Pendeta Dr..Eka Darmaputra
(Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja Gereja di
Indonesia)
---------------------------------------------------------------------
MENURUT saya, qereja Katolik dalam membangun persaudaraan sejati lintas
agama itu jauh lebih terbuka. Pertama-tama, yang jelas adalah masalah
teologis pada Gereja Katolik tidak menjadi kendala seperti dalam Gereja
Protestan dalam rangka membangun hubungan itu. Terutama setelah Konsili
Vatikan II, Gereja sudah tidak masalah lagi.
Sementara Gereja-gereja Protestan terbagi dalam dua kelompok. Kelompok
pertama memang lebih terbuka. Mencari-cari suatu landasan teologis yang
lebih tepat dalam membangun hubungan dengan saudara-sesama yang
berlainan agama atau kepercayaan. Kelompok yang lain itu memang sudah
lebih tajam lagi, sudah membuat suatu batas teologis. Sedang pada Gereja
Katolik, kami lihat tidak ada kendala teologis itu.
Dari segi praktiknya, yang ingin saya katakan, karena saya pernah di
pimpinan PGI Ialu banyak hal mempunyai hubungan yang cukup erat dengan
KWI. Dari segi struktur organisasi misaInya, KWI mempunyai satu komisi
khusus, tenaga yang khusus yang memikirkan masalah-masalah hubungan
dengan penganut agama atau kepercayaan lain (Komisi HAK), sementara kami
tidak. Struktural, kami meliliat Gereja Katolik itu sudah maju setapak.
Bagi saya itu esensial. Tidak ada pilihan lain di Indonesia ini kecuali
bahwa kita memang harus membangun jembatan itu. Jembatan-jembatan itu
baru dapat dibangun dengan tulus dan mantap,, kalau dia ditopang suatu
keyakinan teologis yang mantap dan suatu struktur yang jelas, yang
memberikan peluang'untuk melakukan itu.
Tentu sulit buat saya untuk mengatakan kira-kira apa yang masih kurang
bagi Gereja Katolik. Tapi menurut , hemat saya, bagaimana ini kita
upayakan secara bersama. Misalnya, pengalaman di jemaat kami sendiri ada
yang namanya forum konsultasi atau forum kemunikasi antarumat beragama
pada tingkat lokal. Gereja Katolik juga bisa aktif di situ.
Artinya, harus ada struktur di tingkat bawah, di masyarakat kebanyakan.
Sehingga nanti bisa bertemu pada lapisan bawah. MisaInya, pastor-pastor
bertemu dengan kiai-kiai setempat.
Bagus juga kalau itu dilakukan secara bilateral, juga multirateral dan
secara berkala. Tidak hanya pada waktu ada masalah Ialu kemudian muncul
kebutuhan itu, setelah itu hilang lagi. Tapi berkala dan programmatis.
Diupayakan terus menerus, ditumbuhkan. Misalnya setelah pastor, pendeta,
bagaimana dengan umat. Coba dipertalikan di dalam kegiatan bersama.
Artinya, pengembangan hubungan -yang lebih informal, tidak terutama
terstruktur serba ketat tapi toh membutuhkan ikata ikatan organisatoris.
Saya setuju ini lebih merupakan kegiatan yang eksistensial, bukan
sesuatu yang bersifat formal.
Bagaimana melakukannya, saya kira harus dimulai dari diri kita sendiri.
Saya punya keyakinan bahwa yang dimaksud dengan dialog antaragama itu
yang lebib penting pada tingkat individual. Tiap pribadi itu terjadi
suatu dialog yang intens dengan orang lain. Pertemuan umat satu dengan
umat lain fidak hanya perjumpaan fisik. Ada kesadaran bahwa kita tidak
mungkin hidup sendiri, kita bersama orang lain. Orang lain itu berbeda
tapi saudara kita. Kita membutuhkan mereka.
Untuk konteks Indonesia, hal ini bukan hanya keharusan . bagi umat
Katolik dan Protestan, tapi juga umat Islam. Semua orang yang mengatakan
diri orang Indonesia, itu sudah menjadi sudah menjadi identitas pada
keindonesiaan itu.
Bonsu Hanom Pramana
(Wakil Seksi Rohani di Kelenteng Tri Dharma Ing An Kiong, Malang):
----------------------------------------------------------------------
DARI pengamatan saya, persaudaraan lintas agama yang dilaksanakan Gereja
Katolik tidak mendiskriditkan umat lain. Saya melihat romo (=pastor,
Red.), frater, suster, dan umat Katolik tidak memaksakan inti iman
Katolik kepada kami. Meski sekolah sekolah Katolik itu kami pandang
sebagai upaya untuk mengenalkan agama Katolik tetapi tidak melecehkan
agama yang lain.
Saya melihat juga hubungan Gereja Katolik dalam masyarakat ada kerja
sama yang baik. Di rumah-rumah kami yang Khong-hu Chu ada tempat
peribadatan kepada leluhur yang disebut Kongpo. Peribadatan keluarga
keluarga ini hanya dilaksanakan oleh satu marga. Dalam keluarga-keluarga
itu ada juga umat Katoliknya. Mereka (bersama yang Khong-hu Chu) mau
mengadakan ibadat kepada leluhur.
Dalam agama Katolik yang kami ketahui ini disebut tradisi. Umat Khong-hu
Chu ada yang pernah mengatakan kepada saya bahwa tempat peribadatan
dirumahnya diberkati oleh romo dari Gereja Katolik. Kerja sama ini
sangat membanggakan keluarga tersebut dan tidak merasa iman Khong-hu
Chu-nya dipengaruhi oleh iman Katolik.
Kritik saya.terhadap kiprah persaudaraan agama oleh agama Katolik di
tingkat para gembala atau rohaniwan, tidak ada. Tetapi persaudaraan
antarumat beragama masib ada ego iman. Masing-masing mempertahankan
keimannannya secara keras. Mereka saling membenarkan ajarannya
masing-masing secara berlebilian. Setelah terjadi selisilh paham di
kalangan umat maka gembala umat masing-masing berusaha menjelaskan.
Kami (para rohaniwan lintas agama) akhirnya justru saling belajar dan
saling membandingkan agar dapat menjelaskan ke umat secara tepat.
Sehingga dapat membebaskan ego iman dari masing-masing agama. Selain
itu, kami berusaha agar hubungan yang selama ini dijalin semakin baik.
Di kalangan umat lintas agama dapat terjadi selisib paham karena selalu
berlainan pandangan, apalagi bagi umat yang baru pindah. Kita ibaratkan
kalau kita sedang memiliki mobil baru, kan selalu kita elus elus terus.
Sama halnya kalau ada umat yang baru pindah kan masih mengebu-gebu dan
masih memandang agamanya yang paling baik dan benar. Nanti kalau sudah
lama mendalami agamanya ya akan biasa saja.
Maka kalau ada umat yang fanatisme agamanya kuat, saya berharap diberi
penjelasan. Karena di dalam melayani umat itu pasti aneh-aneh. Mereka
itu perlu penjelasan dan pendampingan. Kalau di tempat kami (Khong-hu
Chu) ada ajaran kultus pribadi tidak dibenarkan. Hal ini mengacu agar
tidak ada ego iman yang salah.
Wahadi (tokoh umat Budha Malang):
----------------------------------------------------------------------
GEREJA Katolik mengupayakan persaudaraan lintas agama sangat baik. Juga
dengan. Budha baik sekali. Karena hampir ada kemiripan tentang pimpinan
agama di mana keduariya tidak berkeuarga (selibat). Keduanya sama-sama
mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang sehingga para pemimpin Budha
hidup di Vihara tak terikat oleh materi, Bahkan ada heberapa pastor
Katolik yang berlatih bersama tentang meditasi di Vihara.
Menurut saya kerja sama Gereja Katolik dengan agama-agama lain sudah
menunjukkan yang terbaik. Dan sampai sekarang belum ada gesekan (Wahadi
membandingkan dengan agama lain yang menurumya terlalu agresif. Bahkan
mendatangi orang-orang yang sudah beragama untuk diberi pewartaan,
Red.).
Kelompok Katolik ada yang datang ke Vihara untuk melihat ajaran, doa,
dan umat Budha di Viliara. Menurut saya, ini langkah yang bagus untuk
mengenali ajaran agama lain. Agar tidak merasa agamanya sendiri yang
paling benar sementara meremehkan ajaran agama lain.
Saya kira Gereja Katolik sudah menunjukkan hubungan yang baik di Malang.
Bahkan dari kami (Budha) malah belum melakukan seperti apa yang sudah
dilakukan oleh Gereja Katolik. Budha sendiri masih bersikap pasif.
Artinya umat Budha masih ingin memperdalam ajarannya sendiri sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Jadi Budha secara kelompok belum pernah
melakukan seperti apa yang dilakukan Gereja Katolik. Meskipun demikian
saya mengharapkan Gereja Katolik meningkatkan hubungan lintas agama agar
lebih baik.
A. Bobby Pr.
Laporan F. Sihol Siagian (Jakarta), Simon Sudarman (Yogyakarta), dan
GAS Andri Cahyono (Malang)
-----------------------------------------------------------------------
sent by: RMSS

From: indopubs@iname.com
Date: Wed Apr 05 2000 - 20:08:05 EDT
Date: Wed, 05 Apr 2000 22:07:34 +0700
From: Raden Mas Soerjadi Soemodiwirio
To: indopubs@iname.com
HIDUP: Pujian dan Kritik tentang Katolik.
--------------------------------------------------------
Dari majalah HIDUP No. 14 Tahun LIV - 2 April 2000


0 komentar: